Laris manis soal isu pendidikan memang nggak bakal usai kalau mau dikuliti dengan bermacam metode. Inilah kenapa obrolan warung kami juga nggak pernah selesai membahasnya. Tahu sendirikan ini musimnya anak-anak sekolah masuk ke sekolah baru. Yang SD ke SMP, yang SMP ke SMA, dan yang SMA masih dag-dig-dug-der nunggu pengumuman SBMPTN.
Yang jadi topik kali ini sebenarnya sih nggak sederhana, soalnya kalau diterus-terusin bisa sampek pertanyaan.
“Sekolah itu sebenarnya
tujuannya untuk apa sih ? Agar nggak buta huruf, apa agar pinter atau agar
mudah cari kerja sih ?”
Nah, kalo pertanyaannya
kesana, yuk kita mulai dari dasarnya saja dulu, agar ibarat nyelem ke laut,
kita sudah siap mental jika sewaktu-waktu mati tenggelem diganyang deburan
ombak.
Tapi kita simak dulu
iklan obrolan di warung kami dulu.
“Sekarang mau ke sekolah
negeri itu sulitnya bukan main. Anakku sebelum UN sudah tak leskan agar
nilainya bagus. Tapi dasar anaknya nggak perhatian, ya tetep saja nilainya
jeblok. Kalau sudah begini, aku jadi ikut susah.”
“Susah kenapa Kang ? Wong
sekolah aja kog disusahin. Kan masih ada sekolah swasta. Anaknya Kang Min saja
di swasta.”
“Loh… masalahnya nggak
itu Kang.”
“Masalahnya apa ?”
“Masak, anak cuman satu
nggak dikuliahkan. Kalau SMA-nya nggak negeri. Nanti susah juga cari kulihan
negeri.”
“Bedanya negeri sama
swasta apa to, Kang. Kang sama-sama dapet gelar Sarjana-nya ?”
“Ya beda to Kang. Kalau
negeri kan bayarnya masih agak murah. Lagi pula Ijazahnya juga ada nilai
plusnya”
“Oh… jadi ujung-ujungnya,
sekolah Negeri itu ijazah ya kan ?”
Stop…!!!
Di stop dulu iklannya, soalnya kalau diterus-teruskan bisa menjadi bahan yang menyesatkan bagi anak-anak sekolah. Bisa membuat semangatnya kendur untuk belajar. Percakapan di atas itu cocoknya untuk orang-orang frustasi.
Di stop dulu iklannya, soalnya kalau diterus-teruskan bisa menjadi bahan yang menyesatkan bagi anak-anak sekolah. Bisa membuat semangatnya kendur untuk belajar. Percakapan di atas itu cocoknya untuk orang-orang frustasi.
Jadi perlu ditekankan
dari dasar. Sekolah itu soal niat, belajar itu berpijak pada niat kita. Dan
orang tuapun berkewajiban untuk membentuk niat bagi anak-anaknya, agar
menikmati proses pendidikan di sekolah sebagai aktivitas yang asyik dan
menantang. Karena dasarnya persekolahan itu adalah ladang latihan bagi
anak-anak kita agar gigih menjadi yang terbaik, tampil sebagai pemenang di atas
para generasinya.
Lantas apa jawaban
selanjutnya.
“Lhoh, iya Kang. Ijazah
itu salah satu indikator penting. Memang kalau mengejar ijazah tok ya nggak
bener. Tapi di alam seperti ini, embel-embel Ijazah itu juga mahal nilainya.”
“Nggak usah tinggi-tinggi
Kang. Kuliah katanya mahal. Lulus SMA saja, nanti masukkan ABRI apa Polisi.
Asal punya uang telung atus juta,
pasti jadi pegawai. Pardi itu dulu
kan gitu, lewat Pamannya. Sawahnya Bapaknya dijual. Dan sekarang kan sudah
kaya, bisa membelikan sawah orang tuanya dan kalau pulang kampung sekarang
sudah pakai mobil bagus.”
“Waduh… pengennya ya
nggak yang seperti itu. Wong yang namanya rejeki dari kerja itu seumur hidup.
Masak anak-anaknya mau dinafkahi dengan uang kecampuran seperti itu. Mbalelo
nanti anak-anaknya, kesurupan uang setan.”
“Alah Kang. Mbok nggak
usah mikir repot-repot. Nyatanya semua kalau nggak pakai seperti itu ya nggak
bisa jadi apa-apa, kalau nggak pinter banget, dan anaknya punya kabejan.”
Makin ngelantur obrolan
warung kami sesi ini. Tapi apapun juga yang dikeluarkan itu. Semua uneg-uneg
yang boleh dianggap omong kosong. Tapi nyatanya juga nggak bisa dielakkan.
Kalau kami-kami ini suruh laporkan ke yang berwajib soal praktik seperti itu.
Emang ada aparat yang dapat di percaya. Lagi pula, harusnya yang klarifikasi
itu ya pihak-pihak yang terkait. Kita rakyat, tugasnya cuman bayar pajak.
Mereka yang kita bayar harusnyalah yang cari-cari kerjaan, menelusuri
omongan-omongan kosong.
Pendek katanya. “Sono
yang dibayar, masak sini yang harus lapor. Apa gunanya ada aparat negara. Apa
gunanya mereka digaji.”
Untuk semua kasus di
masyarakat. Untuk keruwetan Indonesia, menurut saya pantang hukumnya para
pejabat yang dibayar bilang.
“Masalah negara memang
banyak, dan ini akan selesai dengan partisipasi kita semua. Ini tanggungjawab
bersama untuk kita selesaikan.”
Yang boleh ngomong kayak
di atas itu adalah rakyat. Kalau banyak aparat negara ikut bilang begitu.
Pantas saja semua masalah nggak selesai. Wong aparatnya saja njagakke rakyat.
Yang njagakke itu harusnya rakyat kepada pejabat.
Oke biar, nggak garing
maka saya tutup dengan pantun.
Pergi ke Jakarta naik naik roda dua
Kebetulan mereknya vespa
Saya tutup obrolan warung kita
Sampai jumpa, Daaaaa……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar