• Kasih Tiada Takar


    Mengobok-obok bumi yang tak lelah-lehanya, menyusuri laut yang tak payah-payahnya, tapi bersimpuh di mimbar agung-Mu hatiku berat seakan tertahan bandul
    Betapa angkuhnya bandul yang bernama aku itu, hingga jiwaku harus bersedih
    Bandul dengan tarikan yang menyeret-nyeret, terus dan terus menyingkur keagungan-Mu, penuh naif membelakangi hamparan nikmat-Mu
    Bandul itu memang perkasa, hingga menggumam seolah tak tersentuh keadilan-Mu, menggerutu terus mereasa benar tanpa mengenal-Mu, dan segalanya. Maka masihkah pantas begitu itu untuk memohon.
    Sementara rasa diriku seperti makin kedap suara, seperti kehilangan daya baterai, seperti tersihir komat-kamit mantra dunia, seolah hati jiwaku tersumbat untuk sekadar hanya berbicara
    Sungguh berat beban tubuh tatkala jiwa bening itu mengeras padat, tersublimasi karena gagal melawan cuaca alam sekitar
    Begitupun pedih air mataku mengucur, ia tetap tak pantas dipercaya, ia belum pernah tulus, nadanya hanya irama dalam kolusi-kolusi meminta pangkat dan nikmat
    Sanjungan-sanjunganku benar-benar pemanis mulut bertopeng penuh munafik
    Aku sendiri tak pernah terbersit harus bersimpuh malu, sementara segalanya tak tersembunyi dalam tatap wajah-Mu
    Hanya, lebih dari satu yang ku heran : aliran sungai ampunan-Mu, gemericik riuh nikmat rizki-Mu, dan dekapan cinta kasih-Mu, tak putus-putusnya mendahului niatku
    Jiwaku adalah jiwa gersang tapi terus Engkau banjiri senyuman kasih sayang
    Ujung dan tepiku bersama-Mu, siang dan malamku cahaya-Mu, namun terus Kau pedarkan rahmat-Mu menahan adzab-Mu
    Ampuni, beribu ampun,
    Ampuni keraguan, dan permaafkan jukalau ku masih menduakan-Mu, mentigakan-Mu
    Ku mohan, O Tuhan-ku,
    Hanya ridho-Mu lautan susu tiada kering, Sang Maha Kekasih Mulia...

  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar