• Getar Kelembutan



    Perjalanan hari ini, hingga kutuliskan sepenggal potong kata ini, tiada lain ialah karena nikmat Allah Yang Maha Besar.

    Puji syukur tak terhingga, dan kebanggaan tiada bandingnya. Sungguh tetesan air mata-pun tak cukup mampu menterjemahkan lautan keharuan. Terimakasih Oh… Maha Agung Pencipta Semesta Raya.

    ***

    12 Maret, prosesi yang ditunggupun datang.
    “Wisuda” begitu pembuka awal narasi ini.

    Inilah proses sebagaimana burung harus tertatih sendiri mulai melepaskan sangkar
    terbang tanpa induknya,

    Disini pula para kepompong yang bertapa bertahun-tahun di tantang untuk membusuk,
    atau
    menjadi kupu-kupu yang indah
    terbang, mewarnai taman bunga. 

    Inilah khidmat kesakralan.
    karena gelar kesarjanaan berbeda dengan tanggungjawab kebangsawanan,
    kesarjanaan dan wisuda adalah refleksi panjang pendidikan sepanjang hayat,

    bahwa manusia tiada boleh henti terduduk untuk mensudahi dirinya pada pembelajaran,
    yang diwisuda harus menjadikan dirinya manusia kembali,

    manusia untuk menuju paripurna ilmu dan pekerti mulia-nya.

    yang tercermin pada kekuatan dirinya sendiri.
    lemah tapi kuat.
    hebat namun jangan pernah angkuh.


    *** 


    Jam acara dimulai detik ini pula,
    Kuamati: “deretan orang-orang istimewa-pun memasuki ruang setelah denting gemerincing itu dihentak-hentakkan.”

    Kami berdiri.

    Iring-iringan tetabuhan gamelan bersenandung syahdu,
    disini kami khidmad menetap dan mengajak kekhusyukan pada seru penjuru alam…

    Prosesi-pun di awali,
    Indonesia Raya, menggema…
    membelah jiwa yang khusu’

    Dengan bangga dan cinta, jiwa ini tunduk…
    Sungguh...
    rasanya deburan nada itu satu persatu menggetarkan kelembutan,
    merobek detak hati yang paling dalam
    menuju rasa teduh nan tentram
    Ikut diri ini terhanyut : "disanalah aku berdiri, jadi pandu Ibuku..."
    tak kuasa rasa ini,
    tetesan dari pelupuk mata-pun mencengkeram, mengingatkna betapa kecilnya daku ini.
    Lagu ini sekali lagi membuka ribuan lembar hari-hari yang lalu,
    menarasikan pada kebesaran nuansa yang tiada terkira.
    merasuk jantung perasaanku
    mungkin saja saya sangat berharap pada dunia yang terlampau fana' dan sesaat ini,
    sehingga kebesaran itu menakutkan…
    atau selama ini saya terlampau lupa.

    Maha Besar Allah.
    pada daku yang teramat kecil ini..

    ***

    Pak Rektor berpesan : "Hormatilah Guru-Guru-mu"
    "Jadilah solusi untuk Indonesia"

    Beliau jua terharu, memandu.
    Beliau benar-benar menitipkan harapan pada kami.

    Pak Rektor-ku, doa-mu.
    Doa para Guru, dan doa orang tua kami.
    Itulah yang kami jadikan kunci dalam membuka pintu-pintu kebaikan dan kebenaran—pada tapak jalan selanjutnya.

    almamater-ku,
    adalah tetes darah Airlangga
    yang pantang kulupa…

    Dan sandaran ilmu ini,
    Kami darmakan satu hayat untuk memangku kerahmatan semesta raya,

    kesetiaan kami demi agama, negara, bangsa dan almamater tercinta.

    Indonesia Raya.

    ***


  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar