Secara tidak
sengaja ternyata Aku telah dipertemukan dengan James Cockle (1819-95) bukan
karena kita pernah bertatap diri, melainkan karena temuannya yang ia beri nama
bilangan split-quaternion itu telah menjagaku hingga hari ini. Bilangan itu berdimensi
empat, merupakan pengembangan dari bilangan quaternion milik Hamilton, yang
elok misterius dalam mewarnai dunia imaji modern—kreasi tiga dimensi di
layar-layar televisi hari ini.
Seperti
kebanyakan penemu di bidang Matematika, baik Hamilton dan Cockle, keduanya
tidak akan pernah bermimpi untuk membayangkan bahwa temuannya begitu berguna
setelah satu abad menjelang, mereka pada waktu itu masih sibuk berkutat dengan
usaha-usaha untuk memperkuat dalil-dalil yang telah mereka susun, agar
teoremanya tidak gugur di lalap krisis kepercayaan walaupun kebesaran keduanya
di bidang keilmuan Matematika tidak pula diragukan.
Saya pikir
kesulitan-kesulitan bagi Cockle begitu besar, ia dituntut mampu menjelaskan
sesuatu yang bendanyapun boleh jadi belum berwujud nyata. Split-quaternion tidak
mudah dilukiskan kanvas di dalam kertas gambar, sebab konsepsinya tidak lagi bangun
datar yang merujuk pada luasan, tidak pula sebagai bangun ruang yang merujuk
pada volume, melainkan yang satu ini sudah berbentuk dalam detail dimensi
empat. Dan menariknya bilangan ini memiliki tiga komponen imajiner dengan
definisi perkaliannya yang tidak lagi berturut-turut memakai hukum searah atau
melawan jarum jam. Betapa sulitnya menjelaskan nalar yang demikian itu.
Memang pendaman
sejarah yang pelik terkadang tidak harus dihayati hari ini, karena kerelaan
Cockle untuk menanggung susah senangnya dengan bayaran kepuasan masa kini. Kita
juga tidak perlu merasa sayang karena Cockle hanya cukup berbangga dengan
temuannya tanpa tahu aplikasinya yang jauh luar biasa di bidang fisika terapan,
di bidang manipulasi grafis, dan tentunya teorinya itu telah mengilhami
lahirnya ribuan paper yang berusaha
melengkapi, mengembangkan bahkan memperkukuh dalil yang telah ia kemukakan.
Saya sendiri
menangkap banyak keunikan terhadap benda bernama split-quaternion, yang
seolah-olah mendekat kebetulan dan kebetulan dalam mengintepretasikan sikap dan
watak keseharian hidup itu sendiri.
Mungkin
dalam ukuran bilangan kompleks saya masih manggut-manggut dan menerima secara
kebetulan tentang kehadiran i sebagai representasi bilangan khayal yang lumayan
terumuskan di dalam grafik Cartesius. Tapi ketika sudah ke bilangan
split-quaternion, menurut saya “variabel imajiner j dan k yang kemudian muncul,
sangatlah kebetulan dihadirkan untuk mendeskripsikan bahwa lapisan-lapisan
kebutuhan imajinatif manusia tetap harus dibendakan.” Menurut persangkaan saya,
jika i kita sebut sebagai bilangan imajiner maka harusnya yang selain i ialah bilangan
yang berbeda, misalnya saja j sebagai supra imajiner dan k misalkan sebagai ekstra
imajiner. Tapi kenyataannya gelombang i,j,k saling memiliki keterkaitan,
sehingga ketiganya tetap dikatakan sebagai bilangan imajiner. Lagi pula keterkaitan
ketiganya dalam operasi perkalian sesama elemen imajiner itu sendiri juga cukup
unik. Mungkin selama ini kita mengenal perkalian vektor yang memakai rumusan
searah atau berlawanan dengan jarum jam, tapi kali ini split tidak mau memakai
rumusan baku yang serba linier atau siklik, melainkan menggunakan jalan zig-zag
yang jelas mengandung arti misteriusnya. Disinilah alam dimasukkan ke dalam
matematika sedemikian lenturnya, sebab punya kadar keteraturannya yang tidak
bisa dipaksa untuk diseragamkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar