• Tertengadah Dalam Risau



    19 juli 2013,
    Pasca dari Surabaya,
    mataku terhenyak terbelalak, terkejut bahkan tersentak,
    aku kala itu masih manusia kecil yang egois,
    gampang terkejut,
    kagetan....

    Kabar bak angin berputar-putar,
    lalu lalang hilir mudik mengitari seisi jagad,
    burung-burung diangkasa terusik akibat amuknya,
    daun dan pepohonan bergeletakan tumbang satu demi satu,
    inikah kutukan jagad ?

    Angkasa raya, langitpun pasti sudah tahu...
    manusia-manusia ini berisiknya bukan main,
    seolah-olah akan ada dewa turun dari langit,
    iya, barangkali bukan dewa atau malaikat,
    lebih tepatnya melanggengkan tahta iblis..

    Bagaimana mungkin manusia kecil semacamku sanggup,
    ini adalah seburuk-buruknya pertunjukan...
    sinis, apatis, acuh..
    “Biarlah langgeng..”, ungkap kesalku

    Wahai Yang Maha Adil,
    timpakanlah keadilanmu untuk kami...
    kenapa kami masih dungu dan tertipu,
    ataukah ini keadilanmu Ya Rabb-ku ?
    kupasrahkan segalanya...

    25 Agustus belum tiba,
    semaraknya lebih ramai dari pada riuh rendahnya pasar,
    dan ini sungguh duka..
    Hati ini ingin meneteskan air matanya,
    matapun tak tega melihatnya..
    gerombolan-gerombolan,
    kalian akan tetap tertipu,
    terus terbodohkan,
    akan rugi..
    kalah, dan tak bakal mendapatkan apa-apa

    Dinasti feodal akan kembali berkuasa,
    dinasti kapitalis,
    dinasti pemeras,
    dinasti pembunuh,
    dinasti, dinasti, dan dinasti-dinasti lainnya.

    Risau aku melihatnya,
    tak ada yang paham tentang pemimpin,
    mereka tak bedanya dengan nenek moyangnya..
    masih percaya wahyu,
    masih terbelenggu mitos,
    katanya dinasti adalah titisan dewa,
    omong kosong...
    dewa itu sekarang adalah uang,

    Aneh, bagaimana kita percaya satria piningit,
    sementara kita sendiri tersandra kemiskinan,
    sandera itu sungguh kejam,
    membunuh akal sehat,
    meluluhkan kebenaran,
    dan membungkam mulut-mulut yang terbuka,
    terpenjaralah orang-orang waras.

    Bagaikan macan ompong,
    ini mengerikan...
    sungguh mengerikan,
    aku khawatir..
    kita sendiri yang mengangkat perampok,
    kita junjung dia,
    dan kita mahkotai dia,
    perampok, lebih baik,
    jangan-jangan dia tak sebatas perampok,
    dia orang gila,
    dan kita lebih gila dari dia,
    Celakalah...






    ***


  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar