Gelombang kebencian itu harus dibendung,
arus berisik,
gemericik air,
atau angin yang bisa membawa keributan,
atau bahkan kerikil yang akan merintangi perlu disingkirkan.
Kekuasaan tetap berwatak ganda,
dia memaksa,
memaksa untuk mencari mangsa.
Atau dia berbijaksana,
dia bijaksana untuk bangsa dan rakyatnya.
Siapa tak kenal dengan Sukarno,
siapa tak tahu Pak Harto,
dan BJ Habibie penerusnya,
Gus Dur dia sebatas pengisi sela,
si Mega juga tak sebesar namanya,
kita jenuh,
SBY dan Jokowi juga sama saja,
adakah mereka si Ratu Adil,
mitos, dan kita segila-gilanya percaya adanya satrio piningit.
manusia,
mereka makhluk bernama manusia,
tempat salah dan lupa.
pendekar jaman,
yang di dudukkan oleh waktu,
dan dijatuhkan pula oleh waktu,
kita dan mereka sama saja,
memimpikan langit tapi selalu nyenyak dengan bumi..
Negeri surga,
Oh....negeri para peri,
perumpamaan indah yang layak disandang oleh negeri elok ini.
Tak ada cela, kecuali kecelakaan.
Tak ada puja, kecuali berlebih-lebihan.
Kebanggaan barangkali larut dalam erang kesakitan,
rintihan dalam penindasan,
inilah ikonik negeri rimba raya,
lebih purba,
disini letak dusta dan celaka,
barangkalipula ada surga di dalamnya.
Lengkingan suara di malam padam gelap gulita,
pemuda-pemuda yang dinyenyakan,
dipintarkan namun terbodohkan,
dipandaikan namun ditelantarkan,
cendikiawan yang tak cerdik dalam melawan.
Hindia... Oh... Hindia,
tanah surga yang bersegel China,
tergembok oleh Amerika,
tergembok oleh Amerika,
untuk bangsamu sendiri kapan kau berpacu,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar