• TENTANG KEHIDUPAN

    *Catatan ini merupakan komentar-komentar penulis dalam mengintepretasikan karya Haidar Bagir yang berjudul "Belajar Hidup dari Rumi". Penulis mencoba membangun intepretasinya sendiri berdasarkan kerelevanan hidup yang baru dipahami penulis. Puisi yang dibahas persis potongan utuh dalam buku itu.



    AKU MATI SEBAGAI MINERAL 

    Aku mati sebagai mineral
    dan menjelma tumbuhan

    Aku mati sebagai tumbuhan 
    dan menjelma hewan

    Aku mati sebagai hewan 
    dan menjelma manusia

    Lalu kenapa aku harus takut berakhir pada kematian ? 
    Maut tak pernah mengurangi sesuatu dariku

    Sekali lagi aku harus mati sebagai manusia
    dan lahir di alam malaikat

    Aku harus mati lagi karena :
    “Segala sesuatu pasti binasa kecuali wajah-Nya”

    Setelah itu aku harus masih mati
    dan menjelma sesuatu yang bisa kupahami

    Ah, biarkanlah diriku lenyap memasuki
    kekosongan, kesunyian

    Karena dalam kesunyian ituluah terdengar suara:
    “Hanya kepada-Nyalah segala sesuatu kembali”


    *Penjelasan Haidar Bagir atas puisi ini:

    Kisah evolusi kehidupan manusia, sejak diciptakan sebagai raga "mati" (mineral) melewati (kepemilikan jiwa) tumbuhan dan hewan, menjadi manusia setelah mendapatkan tiupan ruh-Nya, lalu naik ke tingkatan malaikat, meninggi terus hingga sampai kembali kepada-Nya.

    Puisi ini menjadi puisi mistik yang cukup dalam bagi manusia untuk menggali tujuan hidup yang sejati. Dalam puisi ini Haidar menafsirkan bahwa Rumi hendak menjelaskan bahwa puncak proses manusia adalah kembali, kembali kepada kekosongan, kesunyian, disitulah puncaknya ditekankan bahwa “Hanya kepada-Nyalah segala sesuatu kembali”.

    Kematian, adalah istilah yang dipilih (dalam intepretasi saya) untuk menggambarkan kemenangan manusia itu sendiri. Salah satu jalan kematian adalah jihad dan jihad akbar bagi manusia adalah melawan nafsunya sendiri, maka korelasi kematian dan jihad dalam hal ini relevan, jika kita membunuh nafsu dalam diri ini, maka disinilah letak bahwa kita sudah memulai kematian untuk menyemai kehidupan.

    Kunci-kunci kehidupan dan perlawanan terhadap kefana'an dunia ternyata adalah rasa keberanian untuk menantang kematian. Namun manusia tidak boleh sembarangan menantang kematian tanpa tahu jalannya. Ada tahapan-tahapan yang oleh Rumi dijelaskan sebagaimana manusia harus bisa mentransformasikan segala sifat kemineralannya, ketumbuhannya, kehewanannya, hingga ke puncak kesadarannya yang paling dasar, menuju watak kesempurnaan, keparipurnaan seorang hamba, dan akhirnya tidak ada yang wujud dan kekal kecuali wajah Tuhan. Namun, peran dunia masih sangat dibutuhkan manusia, sebelum akhirnya berani menantang kematian, karena kematian bukan eksistensi dasar lagi. Kematian bukan menjadi substansi tetapi berubah menjadi antara, atau bahkan tidak bermakna apa-apa sehingga tidak perlu ditakuti lagi.

    Puisi Rumi sendiri sebenarnya membawa arus kematian batin manusia sebagai jalan agar manusia siap kapanpun menghadapi kematian fisiknya. Evolusi dari mineral menjadi kesunyian menandakan sebuah tahapan yang tidak mudah. Mineral adalah kiasan benda mati, tumbuhan adalah kias kehidupan tapi tak banyak berarti, hewan adalah kias nafsu, manusia adalah kias hubungan dengan sesama, malaikat adalah kias kepatuhan dalam liputan kebaikan, dan setelahnya kesunyian adalah ketidakbutuhan kecuali kepada Dzat Yang Maha Cinta. Segala yang ada di bumi adalah fana, dan sebenarnya bumi adalah kekosongan itu, bumi menjadi sebuah hal yang penting namun tidak harus menjadi sesuatu yang mutlak penting. Kemutlakan yang penting adalah jalan dari bumi menuju langit, yakni jalan yang dalam kehidupan atau kematian, terus dalam kedekatan yang menyandarkan pada tujuan hidup yakni kembali kepada Tuhan tanpa harus merasa berkeberatan atau kecewa atas alasan tertentu.

    Puisi ini tepatnya sebagai puisi petunjuk pencarian, ada senandung kesadaran bahwa manusia tidak perlu menakuti kematian, karena kematian juga bagian dari ilusi kekosongan, sebagaimana aktivitas manusia juga berlangsung dalam kekosongan pula. Jika dia tak mau mati maka dia tak akan kembali, dan jika dia tak akan kembali maka dia akan tersesat dalam ilusi kekosongan, ketersesatan inilah yang membuat banyak masalah sekarang ini. Manusia lupa asal dan takut kembali maka dia akan terbuang dan akan tersiksa jika akhirnya dia diminta kembali secara paksa.

    Membunuh kehidupan, membunuh kefana'an, melepaskan keduniawian, mencari kecerahan dengan cinta dan rasa keyakinan terdalam, maka hakekat kematian dalam puisi ini adalah limpahan kedamaian selama-lamanya dengan jalan yang memang harus ditempuh dengan proses (tahapan) yang berat, dan sepertinya itulah awal kehidupan. Ketenangan !

    * maaf jika mempersempit makna puisi ini


  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar