Siapa yang jahat, satu antara dua. Atau siapa yang paling jahat di antara keduanya, saya juga tidak tahu.
Tak ada parameter informasi yang bagi orang awam seperti kita ini untuk menentukan secara haq, mana yang paling baik. Terlepas bahwa kita berhak menentukan pilihan berdasarkan prasangka, sesuai frame informasi atau bahkan karena keyakinan masing-masing yang kadang tak bisa dibuktikan rasional.
Wajar, dan tak masalah kalau ada yang berkata, "pokok aku milih si A. Si B elek." Meskipun ketika dikejar dengan pertanyaan "Why ?", jawabannya hanya "ya pokok sing apik, sing iku".
Semua hal tidak bisa dirasionalisasikan, bukan. Politik memang metode untuk mengakali, yang dalam artian, jika dunia profesional menghendaki mereka yang kompeten, maka di politik, kuncinya bukan kompetensi, tapi keterpilihan.
Jika pikiran rasional, menghela nafas dengan calon yang ada, mengeluh "apa tidak ada yang lain ?". Politik menjawabnya dengan berdalih, bahwa dunia ini bermula dari kesalahan dan membawanya sehebat hari ini. Kini politik ingin meniru jejaknya, memakai metode yang salah untuk memporak-porandakan dunia dengan pertikaian dan darah, lalu manusia akan menjadi besar sebagaimana sekarang yang kita nikmati ini.
Dan seterusnya.
Memang Indonesia ini besar. Dari dua kontestan saja tidak akan bisa menjawab masalah yang besar, butuh orang yang serba besar, bisa mendatangkan kebesaran, kapital besar, dan mengusir musuh besar.
Kita berharap lebih dari dua kontestan, tapi politik menolaknya karena terlalu banyak klan politik, musuh dalam politik, akan menyebabkan jatah yang diperoleh semakin kecil karena harus banyak di bagi. Jadi penyederhanaan partai, kadidat kontestasi politik, parlementary treshould akan terus dikukuhkan.
Saya yakin di balik itu semua tidak ada niatan jahat. Orang jahat hanya berlaku pada label para profesionalis yang giat berfikir, dan mengabdikan dirinya untuk ilmu dan pemikiran. Mereka para pemikir ialah yang terus membongkar kebuntuan yang jelasnya tidak dikehendaki para politisi. Karena status quo lebih menguntungkan.
Para pemikir yang mengajak perlawanan, yang menyeru pada golput, yang merasa tidak berpihak. Merekalah orang jahat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar