Bisa saja serial drama ini direka secara fiksi untuk
dikontekskan dengan kondisi hari ini.
Secara keseluruhan, sebagaimana ciri khas drama korea, ada
perpaduan antara kisah melo yang market di pasaran, kemudian dengan latar
kerajaan, maka kisahnya menyinggung peristiwa politik—berkisar pada kekuasaan,
keagungan dan pengagungan seorang Raja.
Namun, yang terasa beda ialah ketika, seting kekuasaan ini
teryata dikuasai oleh kelompok yang akibat kemampuannya, kemudian memanipulasi
para pejabat. Sebabnya tidak lain ialah karena satu per-satu pejabat terperdaya, kecanduan oleh pil
opium. Trik perang candu. Mengendalikan dengan narkoba.
Karena, penguasaan candu ada pada tangan si empunya kelompok.
Maka pada akhirnya, manipulasi pejabat berujung pada kudeta, dan pengangkatan
Raja palsu yang bertopeng.
Menariknya, menurut saya ialah, ketika Raja yang asli bertahta,
terjadi kegentingan karena ladang pil opium di bakar. Otomatis, para pejabat
yang kecanduan, membutuhkan pil itu periodik. Dan naasnya pasokannya tinggal
terbatas. Akhirnya ada daftar pecandu yang dimasukkan sebagai "calon
mati".
Kritik yang sangat nampak dari drama ini ialah ketika sekian
lama perang candu itu terjadi, tak ada perlawanan sedikitpun. Tak ada yang
punya inisiatif untuk mencari obat penawarnya. Dan kenapa baru terfikirkan,
ketika raja yang asli merebut tahtanya, setelah tersingkir pasca kudeta yang menewaskan
Ayahandanya.
Kemana penelitian para tabib alias dokter selama ini diarahkan,
sehingga tak ada pembaharuan berharga untuk melawan candu ini.
Entah sesulit apapun, manipulasi telah terjadi sejak era
ayahnya. Dan nihil semua pejabat tak ada yang melakukan riset untuk membuat penawarnya.
Barangkali, memang kondisinya tidak sesederhana ini. Bisa saja, ada
sebuah kondisi dimana pembuatan obat penawar hanya akan menyebabkan sesuatu hal
yang bisa merugikan si pecandu sendiri. Tapi tentu tidak logis jika seorang
cendikiawan seperti Wo Bo, yang baik itu hanya diam saja.
Menurut saya, kalangan cendikiawan kesehatan harus memiliki
keterpanggilan, terutama menyikapi perang candu yang merusak generasi. Bahkan
bisa merongrong dan memanipulasi objek vital bernama negara.
Sesulit apapun, perlawanan terhadap narkoba bukan soal melawan
para pembuat, menangkap para pengedar, atau memenjarakan para pecandunya saja. Tapi
harus ada keseriusan riset untuk melakukan perlawanan dan membuat penawar.
Saya setuju memang : "Kalau ada penawar, bukan berarti
semua akan selesai". Karena perlawanan kepada narkoba bukan semata kita
memandangnya sebagai racun penyebab penyakit. Melainkan kita harus memandangnya
juga sebagai racun yang membawa efek kecanduan, kehilangan kesadaran, dan itu
mungkin hanya bisa dilawan ketika riset kesehatan mampu menghasilkan vaksin
anti-narkoba.
Saya tidak akan menggunakan pandangan sinis. Saya tidak punya
data menuduh bahwa narkoba adalah bagian dari proyek global. Proyek yang sengaja
diciptakan, dan tidak akan dicarikan solusinya. Karena mungkin menyangkut legitimasi
kelompok global minoritas tapi menggenggam dunia. Memanipulasi perang,
memainkan uang untuk pelipat-gandaan uang, menciptakan ketergantungan utang. Dan lain-lainnya.
Saya hanya bisa berdoa, karena saya bukan pelaku kesehatan.
Semoga narkoba bisa ditemukan penawarnya di Indonesia, entah dengan meditasi,
suwukan air putih atau yang lainnya. Karena saya sepakat dengan Pak Presiden
Jokowi, bahwa Indonesia sedang darurat Narkoba. [ * ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar