• Tak Boleh Dengan Cek Kosong

    Tersepi sendiri saya bertanya, bukan dan tidak untuk membicarakan ketiganya. Melainkan tentang idealisme kita yang terlalu acak dan makin acak setiap waktuya.

    Dulu di atas kerumitan kita selalu berunding tentang benar salah, menimbang kuat lemah, dan kenyataannya kita selalu kalah berjudi antara tepat dan salah. Memang selalu tidak mudah.

    Tahun lalu persis ketika beberapa hal dirumuskan, dibicarakan, direncanakan tertata untuk rapi, dengan dihadapkan pada peluang yang begitu manis, realitasnya bahkan segalanya lebih berpeluang kandas ketimbang jaminan akan ketepatan yang tajam. Dan kadang setelahnya ada rasa sesal, meski kekecewaan tidak memungkinkan keberpihakan yang jelas bagi pembelajaran kita di masa depan.

    Tapi tetaplah pada tatap kesedian untuk menggoreskan pena dalam ruang kehendak motif lukisan yang paling memberikan kejelasan atas seni dan keindahan yang ingin kita tampilkan. Meski tidak semua lukisan dibaca sama oleh intepretator, begitulah kesabaran menjadi daya juang yang akan mengimbangi kenyataan bahwa sesungguhnya pelukispun tak mampu mulus menciptakan kehendaknya sendiri.

    Adalah ujian terberat, karena kaderisasi sebagai fondamen utama dalam menyangga keberlangsungan dari sebuah sistem kepemimpinan. Dan regenerasi tak boleh menjadi ritual tradisi yang lalu dan kembali. Suksesi sebenarnya mengandung nilai kesakralan kerena diantara nilai-nilai yang meliputinya terdapat jati diri kejujuran manusia untuk terus bertahan, memperbaharui dirinya dan untuk menjadi bagian tak terlupakan dalam tinta sejarah itu sendiri.

    Sayangnya kita sendiri terjebak pada kultus figur, sehingga kunci kepemimpinan dan roda perjalanan organisasi biasanya cenderung bergantung pada power seorang pemimpin tunggalnya. Sehingga terkadang kita terjebak pada pertaruhan antara maju dan mundur, runtuh dan berkembang, kesemuanya kita tangguhkan pada garansi satu orang figur. Meski pada dasarnya kepemimpinan yang selama ini dirancang bukanlah model kepemimpinan tunggal absolut, melainkan sebuah tatanan kontrol mempengaruhi dan dipengaruhi, walaupun efektifitas sistem hari ini juga masih terus untuk kita pelajari pada model idealnya.

    Dalam setiap suksesi, kita juga menyisakan dan berebut sisa, bahkan kadang tersiksa.

    Maka tidak boleh ada cek kosong. Kita harus ingat persis ketika di kepengurusan 14 terjadi kemacetan dan inflasi persoalan yang tidak teratasi oleh kekuatan internal, bahkan yang terjadi dampaknya terasa hingga hari ini.

    Cek kosong yang dimaksud disini bukan berarti uang atau anggaran yang kosong. Melainkan ketersedian metode agar transfer nilai kepemimpinan dan pengamanan atas masa depan organisasi masih mampu terjaga.

    Tentu pula tidak mudah.

    Karena tidak mudah, dua hal sekaligus harus disiapkan. Pertama ialah memohon pada kelemahan kita agar Tuhan turut campur, sedangkan kita sendiri harus tidak lupa mengupayakan sistem kaderisasi yang baik dengan perangkat nilai yang dibutuhkan untuk menguasai berbagai masalah selesai dalam satu sapuan tangan seorang pemimpinnya atau satu tangan tim kepemimpinan yang saling mengisi.

    Di penutup tulisan ini, terlampau sulit apakah pujian atau celaan, tapi kepengurusan ini tidak boleh melepaskan pertautannya dengan beberapa kepengurusan yang akan datang, termasuk hal-hal yang belum usai. Entah melalui BEM Unair atau metode lainnya--jika mungkin, ada sesuatu hubungan atau simbolisasi kebesaran yang patut diamankan untuk memperkukuh legitimasi organisasi di mata Kemahasiswaan, termasuk untuk tidak dengan ceroboh mengalihkan alur pemikiran yang selama ini begitu terbuka nan secret.

    Kita tahu sejak dulu bahwa kepemimpinan yang dipuji akan dijadikan role model di masa depan. Dan setiap generasi sebenarnya punya ambisi untuk menjadikan masanya sebagai model-model tersebut, hanya saja ada yang sudah sadar dengan segudang rencana dan ada yang sambil lalu bahwa dibalik kelemahan yang ditanggungnya, sebenarnya ia mesti punya satu model tinggalan yang membanggakan. Syukur kalo bisa benar-benar dijadikan sebagai role model sesungguhnya.

    Dan begitulah, status quo mencoba dipertahankan dan terus dilanjutkan pada tuntutan memelihara kebanggaan dan pada pembuktian atas kualitas kepemimpinan yang sadar untuk disegani eksistensinya.


  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar