• Ruang


    Aku tak pernah diam
    walau berdiri di lorong
    goa sendirian, meski
    selalu saja dirimu
    memaliskan muka dari
    kejauhan. 

    Kalau masih dengan hati penuh cemburu, sorot yang engkau tangkap bukanlah lagi cahaya rawi di pagi menyingsing.

    Lihatlah di balik lingkar hitam kornea matamu, hanya sang raksasa pendendam yang terbayang, dan kau akan semakin sakit terdesak oleh rasa cemburu.

    Berbicaralah, karena diammu justru menjadi hanyut, cepat tergulung oleh sapu ombak, dan jangan biarkan itu semua mematikan jiwa kejernihanmu.

    Dasar hidupmu, dasar pandangamu dan dasar samudra sama-sama nan ganas. Maka selamatkanlah jiwamu untuk tidak terombang-ambing, dan kupercaya kau tidak akan kehilangan nadi dari denyut arti yang selama ini bagimu untukku kau persangkakan sebagai buih yang mengambang di permukaan air.

    Fragmen-fragmen yang terus kau sangkakan melalui lukisan tinta dan goresan emasmu dalam kertas, akan sia-sia seperti seorang anak yang kehilangan harapan tatkala layang-layangnya terputus jauh lari meninggalkannya. 

    Aku sadar tentang keidahan bagimu. Keindahan yang kau sentuh, yang kau rasakan, yang kau pandang, yang kau resapi dalam-dalam di atas rincian-rincian yang aku tak bisa merasakannya.

    Jadi, inilah ruang yang kita buat-buat sendiri dan kita batas-batasi sendiri.


  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar